MENGAMATI PERMASALAHAN PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

Sabtu, November 22nd, 2008

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono

Sebagai salah satu instrumen kebijakan pemerintah/negara, peraturan perundang-undangan mempunyai kelebihan dan kelemahan. Hal tersebut disampaikan Hakim Konstitusi Prof. H.A.S. Natabaya, S.H., LL.M. yang menjadi Keynote Speaker pada Seminar “Tinjauan Terhadap Sistem Peraturan Perundang-undangan Indonesia” yang diselenggarakan Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI bekerja sama dengan Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sriwijaya, Sabtu, 9 September 2006 pukul 09.00-13.00 WIB bertempat di Gedung Serbaguna Pascasarjana Universitas Sriwijaya, Palembang, Sumatera Selatan.

Lebih lanjut Natabaya menjelaskan, kelebihan peraturan perundang-undangan sebagai bagian dari hukum tertulis adalah lebih dapat menimbulkan kepastian hukum, mudah dikenali, dan mudah membuat dan menggantinya kalau sudah tidak diperlukan lagi atau tidak sesuai lagi. Kelemahannya, kadang suatu peraturan perundang-undangan bersifat kaku (rigid) dan ketinggalan zaman karena perubahan di masyarakat begitu cepat.

Di samping itu, karena peraturan perundang-undangan adalah produk politis (karena dibuat oleh organ/lembaga politik yang tentunya dapat saja bernuansa politis), dalam pembentukannya kadang terjadi political bargaining (tawar-menawar) yang bermuara pada kompromi (dapat juga konsensus/kesepakatan) politis yang dituangkan dalam norma (pasal) yang kadang kurang/tidak mencerminkan kepentingan umum, melainkan hanya untuk kepentingan golongan bahkan kepentingan pribadi. “Hal ini kadang kala tidak dapat dihindari dalam proses pembentukan suatu peraturan perundang-undangan,” jelasnya.

Prof. Dr. Maria Indrati Soeprapto, S.H., M.H. yang menjadi pembicara pada seminar tersebut menyampaikan bahwa pembahasan tentang sistem perundang-undangan Indonesia adalah pembahasan yang selalu berkaitan dengan sistem hukum Indonesia. “Sistem hukum dapat dilihat sebagai suatu kumpulan atau susunan teratur (dari) aturan-aturan hukum atau norma-norma hukum,” katanya.

Lebih lanjut Maria menjelaskan, oleh karena itu orang tidak dapat mengisolasi antara hukum atau norma hukum dari sistem hukum tempat berlakunya. “Dan juga orang sama sekali tidak dapat berbicara tentang sistem hukum tanpa menyinggung norma yang ada di dalamnya,” ujar pakar hukum tata negara Universitas Indonesia ini.

Seminar yang diakhiri dengan peluncuran buku Sistem Peraturan Perundang-undangan Indonesia karya Prof. H.A.S. Natabaya, S.H., LL.M. terbitan Setjen dan Kepaniteraan MK ini menghadirkan pula Prof. (Emeritus) Dr. HR. Taufik Sri Soemantri Martosoewignjo, S.H. dan Dr. Febrian, S.H., M.S. (Pakar Hukum Tata Negara Universitas Sriwijaya), sedangkan sebagai moderator adalah Prof. Amzulian Rifai, S.H., LL.M., Ph.D. (Ketua Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sriwijaya).

Menanggapi buku Sistem Peraturan Perundang-undangan Indonesia karya Prof. H.A.S. Natabaya, S.H., LL.M., Prof. (Emeritus) Dr. HR. Taufik Sri Soemantri Martosoewignjo, S.H. yang juga memberikan pengantar dalam buku ini mengungkapkan pendapatnya bahwa buku ini selain bersifat teoritis, juga bersifat praktis karena isinya memang merupakan the living law baik berdasarkan UUD Negara RI Tahun 1945 (hasil amandemen) maupun berdasarkan UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/berita.php?newscode=206

Tinggalkan komentar